Sumpah Mubahalah Merupakan Senjata Terakhir untuk Penentang Kebenaran, Alhamdulillah Akhirnya dilakukan Oleh Habib Rizieq


mubahalah+habib+rizieq

Di saat hawa nafsu menguasai, saat dakwah yang lembut dan penuh hikmah menemui jalan buntu, saat hujjah yang berlandaskan al-Qur’an dan as-sunnah serta pemahaman para ulama ti­dak dapat menundukkan hati yang sudah kadung mengeras. Saat kebenaran harus mentok dan keba­tilan semakin digandrungi. Maka dalam kondisi ke­pepet semacam itu Alloh Ta’ala memberikan jalan keluar bagi seseorang yang memegang kebenaran yang sedang berhadapan dengan pengusung keba­tilan untuk menggunakan sebuah jalan yang— insya Alloh — dengan cara itulah Alloh akan menampak­kan mana yang benar dan mana yang salah. Cara itulah yang dikenal dengan istilah “Mubahalah”.

PENGERTIAN MUBAHALAH

Secara bahasa mubahalah (المب هلة) berarti saling melaknat. Berasal dari bahasa Arab بهل yang berarti melaknat.[1]

Adapun secara istilah mubahalah adalah hadirnya dua pihak yang saling berselisih bersama keluarga dan anak-anak keduanya di sebuah tempat tertentu, yang mana keduanya tidak bisa menyelesaikan per­masalahan agama antara keduanya dengan cara dia­log dan debat, sedangkan masing-masing mengang­gap yang lainnya sebagai pihak yang dusta dan batil, lalu keduanya berdo’a dengan penuh harap kepada Alloh Ta’ala agar yang salah dan dusta dari keduanya di­laknat dan dijauhkan dari rohmat Alloh Ta’ala.

DALIL MUBAHALAH

Disyari’atkannya mubahalah didasari oleh beberapa ayat dan hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun ayat al-Qur’an, maka diantaranya adalah :

Pertama : Mubahalah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang Yahudi

Mubahalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang Yahudi disebutkan oleh Alloh Ta’ala dalam dua ayat yaitu :

1.      Surat al-Baqoroh [2] : 94-95

Alloh Ta’ala berfirman : Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Alloh, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.” Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Alloh Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. (QS. al-Baqoroh [2]: 94-95)

Saat penafsiran ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum berkata : ”Alloh Ta’ala berfirman kepada nabi-Nya :-al-Baqoroh[2]:94-maknanya:’Berdo’alah kalian agar kelompok yang paling dusta tertimpa kematian.’ Ternyata mereka enggan melakukannya. Lalu firman Alloh Ta’ala :-al-Baqoroh[2]:95-maknanya : ’Karena mereka mengetahui dan mengkufurinya, seandainya mereka berdo’a kematian, niscaya tidak tersisa satu pun orang yahudi di muka bumi kecuali akan mati.’”

Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata: “Telah sampai berita kepada kami bahwa Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Seandainya orang-orang Yahudi berdo’a kematian niscaya mereka semua akan mati, dan niscaya me­reka akan melihat tempat mereka di neraka.’ Sean­dainya orang-orang Yahudi keluar untuk muba­halah dengan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam; niscaya mereka akan pulang tanpa menemukan lagi anak dan harta me­reka.”

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah saat menafsirkan ayat ini berkata : “Ini adalah salah satu bentuk mubahalah antara mereka (Yahudi) dengan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”


2.      Surat al-Jumu’ah [62] : 6-8

Alloh Ta’ala berfirman : Katakanlah: “Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Alloh bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar. ” Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Alloh Maha Mengetahui akan orang-orang yang zholim. Katakanlah: “Sesung­guhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, ke­mudian kamu akan dikembalikan kepada (Alloh), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beri­takan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. al-Jumua’h [62]: 6-8)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yang mirip de­ngan ayat ini (QS. al-Baqoroh [2]: 94-95) adalah firman Alloh Ta’ala : (QS. al-Jumu’ah [62]: 6-8) saat mereka (orang Yahudi) mengklaim bahwa mereka adalah anak-anak Alloh dan kekasih-Nya dan mereka mengatakan bahwa tidak akan masuk surga kecu­ali orang Yahudi atau Nasrani, maka mereka diajak untuk bermubahalah dan berdo’a kehancuran untuk salah satu di antara mereka yang paling ber­dusta, apakah mereka atau kaum muslimin. Dan tatkala mereka tidak mau (mubahalah) diketahui­lah bahwa merekalah (Yahudi) orang-orang yang zholim.”

Kedua : Mubahalah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang Nasrani

Alloh Ta’ala berfirman : Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakan­lah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-­istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Alloh dan kita minta supaya laknat Alloh ditimpakan kepada orang-orang yang dus­ta.” (QS. Ali Imron [3]: 61)

Ayat ini berhubungan dengan perdebatan an­tara orang-orang Nasrani dengan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Isa bin Maryam ‘alaihis salam. Mereka mengatakan bahwa Isa ‘alaihis salam adalah Tuhan atau anak Alloh Ta’ala. Dan Ro­sululloh    Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada mereka aqidah yang benar, namun mereka tidak mau tunduk ke­pada kebenaran. Maka Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka mubahalah.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Di sini Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak utusan orang-orang Nasrani dari Najron setelah tegak hujjah atas mereka dalam perdebatan dan mereka tetap bersikeras (pada ke­batilannva), maka Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk mubahalah. Alloh Ta’ala berfirman: —ayat di atas. Saat mereka mengetahui hal tersebut, maka seba­gian di antara mereka bicara pada sebagian lain­nya: ‘Demi Alloh, seandainya kalian bermubahalah dengan nabi ini tidak akan ada satu pun di antara kalian yang hidup. Maka saat itulah mereka akhir­nya mau menyerah dengan Cara membayar jizyah (semacam upeti) dalam keadaan hina. Maka Rosu­lulloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kepada mereka seorang yang terpercava yaitu Abu Ubaidah bin al-Jarroh radhiyallahu ‘anhu untuk mengurusi hal tersebut.’ ”

Ketiga : Mubahalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kaum musyrikin

Alloh Ta’ala berfirman : Katakanlah: “Barang siapa yang berada di dalam kese­satan, maka biarlah Tuhan yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya, sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya. ” QS. Maryam [19]: 75)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah muba­halahnya Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kaum musyrikin yang mengklaim bahwa keadaan mereka saat itu adalah berada di atas petunjuk, sebagaimana Alloh Ta’ala menyebutkan tentang mubahalah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang Yahudi.”

Adapun dalil dari sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata: Telah datang Aqib dan Sayyid, dua tokoh Nasrani Najron kepada Rosululoh Shallallahu ‘alaihi wa sallam keduanya ingin bermubahalah. Maka salah satunya berkata: “Jangan engkau lakukan itu, jika memang benar dia seorang nabi, lalu kita mubahalah niscaya kita tidak akan beruntung, juga anak keturunan kita.” Akhirnya mereka mengatakan : “Kami akan memberikan apa yang engkau minta, maka utuslah kepada kami seorang yang terpercaya. Dan jangan engkau utus kepada kami kecuali seorang yang terpercaya.” Maka Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh, saya akan me­ngutus pada kalian seorang yang benar-benar ter­percaya.” Para sahabat Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ingin mendapatkan tugas tersebut, namun akhimya Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bangkitlah wahai Abu Ubaidah bin jarroh.” Tatkala belau berdiri, maka Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ini adalah orang yang terpercaya dari umat ini.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Dalam ha­dits ini terdapat syariat mubahalah dengan orang yang menyelisihi (kebenaran) apabila tetap ngotot setelah tampak hujjah baginya. Ini pun pernah di­lakukan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum, dan Imam al-Auza’i rahimahullah, juga sebagian para ulama. Dan dari pengala­man bahwa orang yang melakukan mubahalah dan dia itu orang yang salah, maka dia tidak akan hidup sampai satu tahun dari saat dia bermubahalah. Dan saya pun pernah mengalaminya bermubahalah dengan seorang yang ta’ashub dengan kelompok batil, akhirnya setelah itu dia hanya hidup dua bulan.”

Sumber : www.ibnuabbaskendari.wordpress.com
Gambar : dakwah media

0 Response to "Sumpah Mubahalah Merupakan Senjata Terakhir untuk Penentang Kebenaran, Alhamdulillah Akhirnya dilakukan Oleh Habib Rizieq"